Menu
News
Government
Gaya Hidup
Sosok
Wisata
Video
Indeks
About Us
Social Media

Respon Pemprov Bali Soal Pungli di Layanan Fast Track Bandara Ngurah Rai

Respon Pemprov Bali Soal Pungli di Layanan Fast Track Bandara Ngurah Rai Kredit Foto: Nuranda Indrajaya
WE Bali, Denpasar -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menanggapi kasus pungutan liar (pungli) yang dilakukan petugas imigrasi dalam layanan fast track Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra menilai kasus pungli tersebut merupakan wujud penyimpangan.

"Kan saya bilang maksud dibuatnya fast track ini kan bagus, tetapi kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang menguntungkan diri sendiri itu lah yang kita tertibkan," tutur Dewa Indra di Kantor DPRD Provinsi Bali, Kamis (16/11/2023).

"Kalau ada penyimpangan pungutan di luar resmi ya itu namanya penyimpangan jadi silakan aparat penegak hukum."

Meski begitu, ia mengapresiasi aparat penegak hukum (APH) yang tetap menjalankan tugasnya secara profesional.

"Apa yang dilakukan teman-teman APH kan untuk menertibkan, supaya layanan itu digunakan dengan baik jangan disalahgunakan, jangan dijadikan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.

"Jadi kita berterima kasih APH untuk menertibkan," lanjut Dewa Indra.

Menurut dia, kasus pungli khususnya yang terjadi pada layanan publik seperti bandara bisa memperburuk citra pariwisata Bali.

"Bisa, maka dari itu kami berterima kasih kepada pihak yang menertibkan, APH juga kan niatnya baik, APH kan tidak menyalahi keberadaan fast track, tapi kan kok ada penyimpangan disitu," ucap Dewa Indra sedikit menyayangkan.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mengamankan lima petugas imigrasi yang terlibat pungli.

Salah satu yang diamankan adalah Kepala Seksi Pengawasan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai yakni HS bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kejati Bali menetapkan HS sebagai tersangka berdasarkan surat Nomor:1421/N.1.5/Fd.2/11/2023 tanggal 15 November 2023. HS disebut telah melakukan penyelewengan wewenang.

"Didapatkan minimal 2 alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, alat bukti surat dan barang bukti serta alat bukti petunjuk," kata Asisten Bidang Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Dedy Kurniawan lewat siaran pers.

Penulis/Editor: Nuranda Indrajaya

Advertisement

Bagikan Artikel: