Menu
News
    Government
      Gaya Hidup
        Sosok
          Wisata
            Video
              Indeks
                About Us
                  Social Media

                  Sosok Inspiratif: Nengah Latra, Perajut Asa Penyandang Disabilitas Fisik di Bali

                  Sosok Inspiratif: Nengah Latra, Perajut Asa Penyandang Disabilitas Fisik di Bali Kredit Foto: Putu Prima Cahyadi
                  WE Bali, Bali -

                  Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, terdapat 9,57% penduduk Bali yang merupakan penyandang disabilitas. Sebagian besar dari mereka tersembunyikan, tak dapat memberdayakan diri mereka.

                  Untuk membantu penyandang disabilitas, terutama penyandang disabilitas fisik, di Bali untuk menjadi insan yang mandiri, I Nengah Latra mendirikan PUSPADI Bali, yayasan yang memfokuskan diri untuk membantu mereka yang mengalami disabilitas fisik.

                  “Sebagai penyandang disabilitas, saya tergerak untuk memberdayakan sesama penyandang agar menjadi mandiri dan mampu menghidupi diri mereka sendiri,” tutur Latra ketika diwawancarai di Kantor PUSPADI Bali, Tohpati, Denpasar beberapa waktu lalu.

                  Baca Juga: Yayasan Bunga Bali Ungkap Perusahaan Masih Kesulitan Mempekerjakan Tenaga Kerja Disabilitas

                  Sejak 1999, Latra mengirimkan relawan ke pelosok desa di Bali untuk mendata penyandang disabilitas fisik yang ada, agar dapat memberdayakan diri mereka di tengah keterbatasan mereka.

                  “Kami masuk ke desa-desa, mendata mereka yang menjadi penyandang disabilitas. Kami data bagaimana kondisi mereka, kondisi orangtua mereka, hal-hal yang mereka butuhkan, dan lainnya. Kalau sudah terdata, kami arahkan mereka ke berbagai yayasan, agar mereka dapat dibantu,” terangnya.

                  Disembunyikan

                  Pada mulanya, I Nengah Latra lahir sebagai pria normal. Kondisi tersebut berubah ketika ia telah menjalani kehidupan selama 19 tahun.

                  Pada Maret 1986, ia, yang masih menjadi siswa SMA kelas 3, mengalami insiden mengerikan. Sebuah lampu minyak tanah membakar tubuhnya sehingga bagian bawah lengan kanannya menyatu dengan bagian atas.

                  Kondisi ini membuatnya menjadi penyandang disabilitas fisik. Oleh orangtuanya, ia disembunyikan selama dua tahun, terasingkan dari masyarakat.

                  “Dulu, ada pandangan bahwa jika ada keluarga yang memiliki anggota penyandang disabilitas, itu terjadi diduga karena karma buruk yang pernah dilakukan keluarga tersebut. Mungkin malu, karena seolah-olah orangtua pernah berbuat tidak benar,” kenang Nengah Latra.

                  Selama dua tahun disembunyikan orangtuanya, ia tidak berdaya dengan diri sendiri. Perasaan putus asa menghinggapi dirinya.

                  Baca Juga: Yayasan Bunga Bali Gelar Festival Karya Seni Disabilitas Bali

                  “Pasti. Saya berontak, dalam arti mempertanyakan sikap orangtua yang menyembunyikan saya. Ada pemberotakan batin dalam diri saya. Mungkin karena orangtua (saya) terlalu sayang sehingga mereka mengasihani saya, tidak memberikan solusi agar kami dapat berbuat sesuatu bagi diri dan masyarakat,” ungkapnya.

                  Bangkit Kembali

                  Gejolak batin Nengah Latra membuahkan hasil. Pada 1989, staf YAKKUM Yogyakarta menemukan dirinya. Ia menjalani operasi sehingga lengannya dapat terpisah dan digunakan kembali.

                  Setahun kemudian, Latra bekerja untuk YAKKUM Yogyakarta. Ia bekerja selama kurang lebih 10 tahun dalam yayasan tersebut.

                  Pada 1999, dengan inisiatif sendiri, ia mendirikan YAKKUM Bali. Perjalanan YAKKUM Bali terhalang ketika Bom Bali I meletus pada 12 Oktober 2002.

                  “Bom Bali tahun 2002 membuat semua suporter saya meninggalkan YAKKUM Bali. Semua sponsor lari, kegiatan otomatis tidak dapat berjalan. Selama beberapa bulan, saya menjadi volunteer di Sanglah, membantu menangani jenazah, mengisi es, dan lainnya. Terlintas dalam pikiran saya, apakah YAKKUM Bali ini dapat berjalan kembali atau tidak,” tutur Latra.

                  Beruntung, pada 2003, ia dipertemukan dengan Mark Weingard, pendiri Yayasan Inspirasia. Ia menjalin kerja sama dengan Weingard, dan mengajukan proposal pendanaan ke beberapa lembaga.

                  Baca Juga: Ketua Dekranasda Provinsi Bali Membuka Festival Karya Seni Disabilitas Bali

                  Proposal tersebut berhasil mendanai kegiatan YAKKUM Bali sehingga mampu menambah jumlah staf dan relawan serta dapat menjangkau lebih banyak penyandang disabilitas fisik di Bali.

                  Hingga YAKKUM Bali bertransformasi menjadi PUSPADI Bali pada 2014, Latra terus mengabdikan diri untuk memberdayakan penyandang disabilitas fisik yang membutuhkan pertolongan, baik di Bali maupun di luar Bali.

                  “Saya bangga, terharu, dan juga merasa kok pekerjaan ini tak habis-habis. Selalu ada tantangan-tantangan baru. Semakin banyak penyandang disabilitas yang ditangani, semakin banyak juga kebutuhan yang perlu dipenuhi,” ungkapnya.

                  Ia berharap, keberadaan PUSPADI Bali dapat membantu penyandang disabilitas fisik, terutama di Bali, agar dapat membantu diri dan masyarakat sekitar.

                  “Saya berharap, PUSPADI dapat menjadikan mereka (para penyandang disabilitas) mandiri, mampu menghidupi diri, dan tidak melihat kondisi mereka dengan pandangan yang negatif,” tutup Latra.

                  Penulis: Putu Prima Cahyadi
                  Editor: Lestari Ningsih

                  Bagikan Artikel: